Sumur Raumah & Utsman bin Affan







Tahukah Kalian, ternyata sahabat nabi Utsman bin Affan hingga saat ini masih memiliki rekening bank di Arab Saudi, bahkan memiliki sejumlah perkebunan dan hotel berbintang lima didaerah sekitar masjid Nabawi.

Diriwayatkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, “Sumur Raumah” namanya. Rasanya pun mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).

Adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga Allah Ta’ala, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.

“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya.
“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.
“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.

Yahudi itupun berfikir cepat,”… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah milik Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu.

Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di Sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka GRATIS karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.

Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.

Kemudian Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mewakafkan sumur Raumah, sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya.

Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin, setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga berjumlah 1550 pohon.

Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar, setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.

Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.

Begitulah kisah sahabat Utsman bin Affan dan Sumur Raumah, semoga menjadi pelajaran bagi kita semua betapa menguntungkannya berniaga dengan Allah, selain mendapatkan jaminan surganya Allah di dunia juga dimuliakan dengan meninggikan derajatnya dimata manusia lainnya. Wallahu’alam bishowab


Rahasia Langit Dalam Al-Quran


Atap yang terpelihara

Di dalam Al-Quran, Allah mengarahkan perhatian kita pada sifat langit yang sangat menarik ;

“Dan Kami jadikan langit itu sebagai atao yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.”(QS. Al-Anbiya, 21-32)

Sifat langit telah dibuktikan dengan riset ilmiah yang dilakukan pada abad ke-20.

Atmosfer yang menyelimuti bumi mempunyai fungsi penting demi kesinambungan kehidupan. Seraya menghancurkan banyak meteor besar dan kecil yang mendekat bumi, atmosfer mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.

Selain itu, atmosfer menyaring cahaya dari luar angkasa yang berbahaya bagi makhluk hidup. Uniknya, atmosfer membiarkan menerobos cahaya yang bermanfaat dan tidak berbahaya, seperti sinar tampak, sinar ultraviolet-dekat, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat penting bagi kehidupan. Sinar ultraviolet-dekat, yang hanya sebagian kecil dibiarkan masuk oleh atmosfer, sangat penting untuk fotosintesis tumbuuhan dan untuk pertahanan hidup semua makhluk. Mayoritas sinar ultraviolet yang kuat dari matahari disaring oleh lapisan ozon atmosfer dan hanya bagian terbatas dan penting dari spectrum ultraviolet yang mencapai bumi.

Fungsi melindungi atmosfer tidak berakhir di sini. Atmosfer juga melindungi bumi dari dingin luar angkasa yang membekukan, yaitu sekitar minus 270 derajat celcius.

Tidak hanya atmosfer yang melindungi bumi dari efek berbahaya. Selain atmosfer, Sabuk Van Allen – lapisan yang ditimbulkan oleh medan magnet bumi – juga bertindak sebagai perisai terhadap radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang secara konstan dipancarkan matahari dan bintang lain, sangat mematikan bagi makhluk hidup. Jika sabuk Van Allen tidak ada, semburan matahari – ledakan energy sangat dahsyat yang sering terjadi pada matahari – akan menghancurkan semua kehidupan di atas bumi.

Energy yang dipancarkan dari satu semburan yang terdeteksi baru-baru ini telah dihitung yang setara dengan 100 miliar kali bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah ledakan diamati bahwa jarum magnet pada kompas menunjukkan pergerakan yang tidak biasa dan 250 kilometer diatas atmosfer bumi, temperature tiba-tiba meningkat hingga 2.500 derajat celcius.

Singkatnya, sebuah system sempurna bekerja diatas bumi. Ia menyelimuti bumi yang berfungsi sebagai perisai.

Lapisan Atmosfer

Satu fakta tentang alam semesta yang diungkap dalam ayat-ayat Al-Quran adalah bahwa langit terdiri dari tujuh lapisan ;

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berjehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS.Al-Baqarah 2:29)

“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiao-tiap langit urusannya”. (QS. Fushshilat, 41:12)

Kata “Langit” yang memunculkan banyak ayat Al-Quran digunakan untuk memrujuk langit diatas bumi, disamping pula keseluruhan alam semesta. Mengingat arti kata ini, terlihat bahwa langit bumi, atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.

Memang, saat ini diketahui bahwa atmosfer bumi terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda yang letaknya saling bertumpukan. Lebih jauh langit terdiri dari tujuha lapisan sebagaimana yang digambarkan Al-Quran dalam sebuah sumber ilmiah, hal ini diuraikan sebagaimana ilmu pengetahuan terkini, yakni antara lain;

1. Troposfer

2. Stratosfer

3. Ozonosfer

4. Mesosfer

5. Termosfer

6. Ionosfer

7. Eksosfer

Keajaiban penting lainnya dalam hal ini disebutkan dalam pernyataan “…dan Dia mewahyukan tiap-tiap langit urusannya”, pada ayat ke-12 Surat Fushshilat. Dengan kata lain , dalam ayat tersebut, Allah menyatakan bahwa Dia memberi setiap lapisan tugas sendiri-sendiri. Sesungguhnya, seperti yang dapat dilihat pada bagian sebelumnya, setiap lapisan ini mempunyai tugas-tugas vital demu keuntungan umat manusia dan semua makhluk hidup lainnya.

Langit Yang Mengembalikan

Selain itu langit juga di jelaskan dalam Al-Quran sebagai Langit yang mengembalikan seperti yang dijelaskan dalam ayat ke-11 Surat At-Thaariq ;

“Demi langit dengan siklusnya” (QS. At Thaariq, 86:11)

“Sistem Siklus” dalam terjemahan Al-Quran, juga berarti “mengirimkan kembali” atau “mengembalikan”.

Sebagaimana diketahui, atmosfer yang melapisi bumi terdiri dari banyak lapisan. Masing-masing lapisan mempunyai fungsi penting demi kelangsungan hidup. Riset telah mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini mempunyai fungsi mengembalikan material atau sinar yang mengenainya ke ruang angkasa atau kembali ke bumi. Sekarang, mari kita kaji dengan beberapa contoh fungsi “pengembalian” dari lapisan yang melingkari bumi.

Troposfer, 13-15 kilometer di atas bumi, memungkinkan uap air naik dari permukaan bumi untuk dikondensasikan dan dikembalikan ke bumi sebagai hujan.

Lapisan ozon, pada ketinggian 25 kilometer, mengembalikan sinar kosmis dan sinar ultraviolet yang berbahaya ke angkasa.

Ionosfer memantulkan siaran gelombang radio dari bumi kembali ke berbagai tempat lain di bumi, menyerupai satelit komunikasi pasif, dan dengan demikian memungkinkan komunikasi tanpa kabel, siaran radio dan televise jarak jauh.

Lapisan magnetosfer memantulkan partikel berbahaya yang dipancarkan matahari dan bintang lain kembali ke ruang angkasa sebelum menjangkau bumi.

Fakta bahwa sifat lapisan atmosfer yang baru diketahui belum lama ini telah di umumkan berabad-abad lalu dalam Al-Quran, sekali lagi menunjukkan bahwa Al-Quran adalah firman Allah.

Hal ini semakin memperkuat bahwa Al-Quran bukanlah sebuah kitab yang berisi ibadah dan muammalah melainkan sebuah kita yang menyikap seluruh alam semesta. Tinggal bagaimana kita mau mengkajinya dengan ilmu pengetahuan yang terkait. Semoga menjadi ibrah kita bersama untuk semakin mencintai Al-Quran dan senantiasa mengkaji dan mengamalkan ilmu yang terkandung didalamnya.

Jihad Abad Ke-21


Dewasa ini seringkali orang tua lebih memberikan ijin kepada anaknya untuk nonton konser dibandingkan mengikuti kajian islam. Alasannya simple, mereka takut kalau anaknya menjadi teroris atau ekstrimis seperti halnya pemberitaan di televise. Sebuah ironi yang menjadi kemakluman bersama. Nampaknya orang tua lebih suka jika anaknya menjadi seorang hedonis dibanding menjadi seorang alim dalam agama, nongkrong menghabiskan waktu tak apa tetapi untuk mengkaji Al-Qur’an jadi nestapa.


Ketika ditelisik lebih mendalam lagi agaknya ada sebuah pemikiran yang salah karena pengaruh media. Orang yang berjuang teguh menegakkan agamanya disangka seorang ekstrimis, dengan dalih sendang berjihad. Jihad sendiri dimaknai sebagai peperangan melawan kaum kafir. Padahal kalau kita tengok lagi kata jihad secara bahasa berarti berusaha dengan sungguh-sungguh. Sedangkan yang dimaksud dengan berperang melawan kaum kafir dalam Al-Qur’an dinamakan dengan “Qital”. Perbedaan ini seringkali tidak dilihat oleh kaum orientalis dengan modus untuk membuat umat islam takut untuk menegakkan agamanya, bahkan tidak percaya diri dengan ajaran agamanya. Karena takut di cap sebagai seorang ekstrimis.

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
(QS. Ash-Shaf : 10-11)

Dalam ayat tersebut jelas bahwa jihad itu bukan hanya sebatas mengorbankan jiwa saja melainkan bisa dengan mengorbankan harta benda. Ketika seorang muslim pemahamannya salah akan membentuk sikap yang salah, sehingga nilai keislaman tidak merasuk kedalam jiwa pemiliknya.


Jika jihad pada zaman rasulullah dengan menggunakan pedang, maka jihad abad ke-21 dengan pemikiran dan kekuasaan. Mengapa? Karena bukan zamannya lagi penaklukan menggunakan pedang, melainkan penaklukan dengan keindahan lisan dan pemikiran. Seorang mubaligh yang pandai berdialektika dan berorasi lebih bisa meraih simpati daripada seorang jenderal perang penguasa ribuan tentara. Si ahli orasi lebih ditakuti dibandingkan si ahli strategi perang, karena islam datang dengan damai, Al-Quran menuntut kemuliaan akal budi dalam memahaminya. Hal ini sekaligus menjadi bukti mukjizat Al-Quran dalam memberikan bukti keagungannya hingga akhir zaman. Mukjizat nabi Sholeh dengan untanya hilang bersama umatnya yang membangkang, Nabi Nuh dengan bahteranya hilang seiring berjalannya waktu, Laut merah yang terbelah menjadi mukjizat nabi Musa usai setelah tenggelamnya Firaun dan para pengikutnya. Sedangkan Al-Quran hingga detik ini tetap eksis sebagai mukjizat dan tidak ada seorangpun mampu membuat satu ayat yang menyamai keagungannya.


Kembali ke makna jihad, seorang muslim wajib hukumnya berjihad apapun latar belakang profesinya. Seorang penulis berjihad dengan mata penanya untuk menyebarkan tulisan inspiratif, seorang dokter berjihad dengan kepandaiannya menyembuhkan pasien, seorang pengusaha berjihad dengan hartanya untuk menyelesaikan masalah umat, maupun seorang mubaligh berjihad dengan kefasihannya dalam agama untuk menyadarkan umat.


Konon ada sebuah percakapan imajinatif antara malaikat Ridwan dengan orang-orang yang akan masuk surga. Mereka berebutan untuk memasuki surga terlebih dahulu, diantaranya ada seorang penulis, seorang dokter, seorang mubaligh dan seorang pengusaha. Diantara mereka, siapakah orang yang terlebih dahulu masuk kedalam surga?

Malaikat Ridwan menanyai satu persatu diantara mereka, datanglah kesempatan malaikat bertanya kepada seorang penulis. “Hai penulis, apa gerangan yang menyebabkan aku memberikan kesempatan kepadamu untuk memasuki surga terlebih dahulu?”

“Aku ketika didunia adalah orang yang sering menulis artikel inspiratif kepada pembaca, dengan harapan mereka bisa tersadar dan kembali kejalan Allah melalui perantara tulisanku. Maka perkenankan saya memasuki surga terlebih dahulu malaikat Ridwan.” Jawab si Penulis.

“Tunggu, engkau tak boleh masuk sebelum aku selesai menanyai semua orang yang ada didepanku.” Malaikat menjawab dengan nada sedikit tinggi.



“Bagaimana dengan engkau Si Dokter? Apa hal yang menyebabkan aku memberikan kesempatan kepadamu untuk memasuki surga terlebih dahulu?” Tanya malaikat Ridwan penasaran.

“Aku adalah seorang dokter yang tidak pernah melihat siapa pasien yang datang kepadaku, baik dia miskin maupun kaya aku memberikan pelayanan terbaikku, aku tak mengharapkan kekayaan dari profesiku karena aku hanya ingin keridhoan Allah semata. Bahkan jika ia seorang miskin lagi fakir maka tak ku pungut biaya sepersenpun demi kesembuhannya.” Pungkas si Dokter.



Belum selesei kekaguman malaikat kepada si dokter, malaikatpun bertanya kepada si Mubaligh. “Hai mubaligh, engkau seorang yang alim lagi fasih dalam bertutur kata. Apa hal yang menyebabkan aku memberikan kesempatan kepadamu untuk memasuki surga terlebih dahulu?”

Dengan fasih si Mubaligh menjawab , “Aku di dunia senantiasa mengajarkan kebaikan, memberikan pembelajaran kepada murid-murid yang datang kepadaku tanpa mengharapkan imbalan. Dan Alhamdulillah sudah ada ratusan orang yang kembali ke jalan Allah melalui perantara lisanku.”



“Sedangkan engkau Si Pengusaha, apa hal yang menyebabkan aku memberikan kesempatan kepadamu untuk memasuki surga terlebih dahulu?”

Dengan nada yang santun Si Pengusaha menjawab, “Aku adalah orang yang jujur dalam berdagang, tidak mengambil praktik riba karena takut akan ancaman Allah. Dengan harta yang kumiliki, aku telah membangun percetakan untuk menerbitkan buku-buku inspiratif, dengan hartaku aku membangun rumah sakit yang megah untuk kalangan miskin, dan aku juga membangun Pondok pesantren sebagai tempat belajar bagi santri-santri yang akan menjadi lentera ditengah masyarakat yang rusak.”

Dengan wajah tersenyum, malaikat membukakan pintu Surga kepada Si Pengusaha. Dia lebih dahulu dimasukkan kedalam surga dibandingkan dengan yang lain lantaran amalannya.



Dari cerita diatas bisa kita lihat, bahwa kualitas amalan jauh lebih penting dibandingkan latar belakang profesi seseorang. Seorang pengusaha bisa jadi lebih ber-jihad dibandingkan seorang mubaligh yang tiap hari berceramah. Karena dengan amalannya, si Pengusaha lebih banyak memberikan manfaat terhadap pembenahan masyarakat kearah yang lebih baik lagi.



Sehingga, jika kita kembali ke pembahasan awal kesimpulannya adalah jangan sampai karena tak memahami islam dengan utuh maka kita melarang seseorang belajar agama. Karena dengan agama seseorang akan menemukan misi penciptaannya di dunia, yakni menjadi orang yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas sebagai khalifah fil ard.

Jadilah Pengembara Maka Kau Kan Bahagia





“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat”

(HR. Bukhari)


Sebuah hadis yang patut kita telisik lebih dalam bagaimana makna yang terkandung didalamnya, supaya menjadi ibrah bagi kita umat islam yang mengakui bahwa nabi Muhammad adalah suri tauladan kita.


Nabi Muhammad memberikan pengajaran kepada umatnya untuk menjadi seorang asing ketika di dunia yang penuh dengan gegap gempita kenikmatan semu. Nabi tahu benar bagaimana sifat manusia yang cenderung untuk memuaskan seluruh hawa nafsunya baik dengan cara yang halal maupun haram. Makanya sedari awal nabi memberikan early warning kepada umatnya untuk menjadi seorang perantau di dunia supaya terbebas dari bahaya sifat “wahn”, yaitu cinta dunia dan takut mati.

Seseorang yang cinta dunia pastilah akan takut pada kematian karena menganggap bahwa kematian adalah gerbang pemisah antara dia dengan kenikmatan, padahal islam mengajarkan bahwa kematian adalah gerbang menuju kehidupan yang lebih kekal. Ketika seseorang mengidap penyakit “wahn” baginya anak-anak, keluarga, harta benda, perniagaan, isteri atau suami adalah kenikmatan yang tak ingin ia tinggalkan, hal ini berbeda dengan kehidupan para sahabat yang dididik langsung oleh Nabi. Bagaimana cita-cita akhirat begitu merasuk kedalam relung jiwa mereka yang penuh dengan buncahan semangat memberikan amalan terbaik untuk menuju surganya Allah meski dengan mengorbankan segala yang mereka miliki.

Kita kenal Sumayyah sebagai wanita pertama dalam islam yang syahid menjaga keimanannya. Sumayyah menjadikan kematian sebagai gerbang menuju keridhoan Allah, karena beliau yakin bahwa bagi seorang muslim dunia ibarat penjara, penuh penderitaan dibandingkan kehidupan di Akhirat yang penuh dengan kenikmatan hakiki. Makanya untuk menjemputnya beliau rela untuk disiksa sedemikian rupa hingga nabi pun tak kuasa melihat bentuk siksaan yang begitu kejam, yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Atau kita kenal seorang sahabat yang bernama Handzalah dikala menjadi pengantin baru dan baru saja mencubu isterinya, datanglah seruan dari nabi untuk berperang. Maka dengan tergopoh Handzalah pamit kepada sang isteri untuk menjadi pasukan terdepan dengan musuh. Tanpa pikir panjang dia menembus barisan kaum muslim sehingga jarak dia dengan musuh hanya sejengkal, kemudian dengan semangat yang membara beliau menumpas para musuh Allah, tetapi takdir berkata lain Allah menjadikannya syahid di medan perang. Dan Nabi berkata kepada para sahabat bahwa Handzalah mati dimandikan oleh malaikat, seketika sahabat bertanya kepada nabi perihal tersebut karena orang mati syahid tidak wajib untuk dimandikan. Kemudian nabi berkata bahwa Handzalah mati dalam keadaan junub hingga ia dimandikan malaikat. Sebuah contoh orang yang memahami hakikat kenikmatan dunia hanya sekian persen saja dari kehidupan akhirat.

Atau kita kenal Al-Khansa ibu dari para syuhada, beliau menjadi salah satu kisah epic sejarah islam karena ketegaran beliau melepas semua anaknya demi menjaga agamanya dari penindasan kaum kafir Quraisy dan pendidikan beliau kepada anak-anaknya yang menjadikan akhirat sebagai pintu menuju kenikmatan hakikilah membuat semangat mereka membara. Sebuah pengorbanan yang pantas didapatkan untuk mendapatkan Surganya Allah.

Maka pantaslah kita menjadi seorang asing atau musafir bagi dunia, dimana psikologis seorang musafir adalah mereka tidak akan berhenti lama dengan tempat peristirahatannya. Hanya sekedar mencari bekal atau berteduh untuk menempuh perjalanan kembali yang lebih jauh. Seperti halnya kisah seorang saudara yang merantau di daerah Jakarta, di daerah rantauannya dia hanya bertempat tinggal di sebuah gubuk kecil yang cukup untuk dihuni oleh satu orang. Makan seadanya dan gaya hidup yang serba sederhana. Tetapi begitu terperangahnya ketika kita lihat dia di kampung, rumahnya tak seperti di Jakarta. Yang terlihat hanya keindahan dan penuh dengan fasilitas yang memadai. Begitulah hakikat seorang musafir atau perantau. Dia tak akan menjadikan daerah rantauannya sebagai tujuan, makanya tak perlu ia membangun rumah besar tetapi apa yang dia miliki lebih diperuntukkan membangun kehidupan yang baik di kampung tempat dia kembali.

Begitu juga dengan kita sebagai seorang muslim, kampung tempat kita kembali adalah Akhirat maka kejarlah kehidupan akhirat dengan menanam sebanyak-banyaknya benih di dunia. Bukankah perniagaan Allah lebih menguntungkan dibandingkan perniagaan dengan manusia? Bukankah kenikmatan dunia ibarat tetesan air yang menepel pada jari ketika jari dicelupkan kedalam samudera? Jadilah pengembara yang mencita-citakan surga. Semoga kita termasuk didalamnya. Amiin

Wassalam.

Esensi Waktu







Suatu waktu khalifah Umar bin Abdul Aziz sesampainya di rumah setelah mengurus jenazah kakeknya, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar istirahat dengan tidur-tiduran di ranjang. Tak selang berapa lama, Putra Umar, Abdul Malik, datang kepada Umar dan bertanya : “Wahai Amirul mukminin gerangan apakah yang membuat anda berbaring di siang hari bolong seperti ini?”

Umar menjawab, “Aku letih, aku butuh istirahat.”

Abdul Malik berkata, “Pantaskah Anda beristirahat padahal banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, masih banyak rakyat yang tertindas yang butuh pertolonganmu.”

Umar menjawab, “Semalam suntuk aku menjaga pamanmu dan itu yang mendorong aku istirahat, nanti setelah shalat Zuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang-orang yang tertindas dan teraniaya.”

Sang anak pun bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang menjamin Anda hidup sampai Zuhur. Bagaimana kalau Allah menakdirkan Anda meninggal dunia sekarang?”

Kemudian Umar bangun dan pergi membawa sekarung gandum, lalu mencari orang yang kelaparan.



Begitu besarnya kesadaran Umar bin Abdul Aziz terhadap hakikat waktu, beliau mengetahui benar bahwa waktu yang dia miliki adalah modal untuk mendapatkan bekal menuju Surga. Maka rugilah ketika waktu yang dimilikinya hilang percuma tanpa ada amalan yang bisa memberatkannya di yaumul hisab kelak.

Bahkan saking pentingnya waktu, Allah tak bosan-bosannya mengingatkan kita akan nilai penting waktu. Karena waktu tak akan kembali, waktu juga tak sama, detik ini akan berbeda dengan detik lain sepanjang hidup kita. Maka beruntunglah mereka yang sadar dengan hakikat waktu dan segera berbenah memperbaiki kualitas takwa.

Kawan, Allah maha adil, setiap manusia di bumi diberikan kesempatan yang sama yakni 60 detik sama dengan satu menit, 60 menit sama dengan satu jam, dan 24 jam sama dengan sehari. Baik kita berada di Indonesia, China, Belanda, Amerika maupun Zimbabwe.

Jelas sudah masalahnya bukan berapa jumlah waktunya, tapi bagaimana manusia memanfaatkan waktunya. Ada yang dalam 24 jam mampu mengurusi 200 juta jiwa manusia, memimpin perusahaan raksasa, menyelesaikan tugas berlembar-lembar, bahkan hal yang selainnya. Tetapi ada juga 24 jam yang ada mengurus dirinya saja tak mampu.

Esensi hidup kita adalah waktu yang kita gunakan untuk menabur benih di dunia yang kelak akan kita panen di akherat, jangan sampai diri ini merugi, karena lebih banyak hidup ini di isi dengan gelimang kesia-siaan daripada buncahan produktivitas.

Ingat! Satu kalimat Tanya yang akan di ajukan oleh Allah, Bukan Berapa? Tapi untuk Apa umur yang kita miliki? Kencangnya waktu tak bergantung pada laju jam yang menempel di dinding, atau jam digital pada hape yang kita miliki. Orang yang memiliki umur panjang tapi digunakan untuk hal sia-sia esensinya dia memiliki umur yang pendek, dia tak bisa memanfaatkan fasilitas umur secara efektif dan produktif.



Mari kawan, sejenak merenung, bagaimana selama ini kita memanfaatkan waktu yang ada. Apakah kita selama ini masih banyak menentang perintah Allah ataukah sudah banyak amalan yang kita perbuat. Masih banyakkah kita membuang waktu dengan hal yang tidak produktif ataukah sudah banyak karya yang sudah kita ciptakan untuk masyarakat? Muhammad Al-Fatih menaklukan Konstantinopel umur 22 tahun, kita? Ibnu Sina diangkat menjadi tabib berumur 16 tahun, kita?

Sebagai penutup cukuplah kita merenungi apa yang disampaikan Allah dalam surat Al-Asr,

“Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Salah Kaprah Orang Berlebaran!


Tak terasa ramadhan akan meninggalkan kita, betapa beruntungnya kita yang masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengan bulan yang mulia ini. Semoga seluruh amalan kita selama bulan ramadhan diterima oleh Allah dan memberikan impact kepada kita menjadi seorang hamba yang lebih bertakwa.

Karena Allah menilai kesuksesan orang yang berpuasa ketika seorang hamba menjadi pribadi yang lebih bertakwa, yakni menjauhi segala larangan-Nya dan menjalankan segala perintah-Nya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 183 ;

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa

Dengan adanya standar tersebut harusnya kita bisa mencoba untuk menghayati kembali apakah kita sudah tergolong kedalam hambanya yang benar-benar menjalankan ibadah ramadhan dengan benar ataukah hanya sekedar gugur kewajiban. Apakah kita sudah menjadi hamba yang bertakwa ataukah malah lebih banyak menjalankan larangan-Nya dan menjauhi segala perintah-Nya. Sekelumit pertanyaan yang mestinya harus kita renungi bersama untuk mencapai derajat takwa.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari bahaya kekurangan ilmu dan bahaya mengikuti hawa nafsu yang irasional. Amiin

Ibadah puasa juga harus diiringi dengan niat dan perilaku yang mencerminkan pribadi takwa, termasuk menghindari perkara-perkara yang dapat merusak amalan puasa. Terlebih pada detik-detik menjelang berakhirnya ramadhan. Terkadang sangat menggelitik banyak orang - orang di hari terakhir ramadhan sibuk membeli pakaian baru dibandingkan membaharui pakaian takwanya, orang-orang lebih sibuk mencari diskon ke Mall dibandingkan sibuk mencari diskon dosa dari Allah SWT, orang-orang lebih suka mengeluarkan hartanya untuk konsumerisme dibandingkan beramal di jalan Allah.

Padahal kemenangan ramadhan adalah mereka yang berhasil mengendalikan hawa nafsu yang irasional, jika kita masih suka menuruti hawa nafsu dengan mendapat pujian dari orang lain dengan pakaian baru kita apakah itu yang dikenal sebagai hamba yang menang?
Apakah kita tidak sadar ketika pulang ke kampung dengan membawa kemewahan menjadi kecemburuan bagi mereka yang tak punya uang untuk membeli pakaian baru atau sekedar membeli sandal baru?

Lebaran bukan hanya untuk para pemenang kawan, bukan mereka yang masih suka menuruti hawa nafsu. Maka benar kata Rasulullah bahwa musuh terbesar manusia adalah hawa nafsunya. Bukan kita mematikan hawa nafsu karena itu adalah sebuah fitrah manusia, tetapi kita diminta untuk mengendalikan hawa nafsu untuk menjadi orang yang lebih bertakwa.

Selamat bagi calon pemenang, isilah hari-hari terakhir ramadhanmu dengan meningkatan ibadah di jalan Allah. In shaa Allah derajat takwa akan bersanding kepada kita sehingga Allah memberikan ijin memasuki surga-Nya di hari pembalasan kelak. Amiin ya rabbal alamin

Jika Ini Ramadhan Terakhir Kita!


Yaa Allah...ya rahman yaa rahim. engkaulah zat yang maha pengasih lagi maha penyayang, engkau yang memberikan karunia berupa nikmat iman dan nikmat islam...

Pada hari ini kami berkumpul bersama dalam satu lantunan doa, membangun semangat bersama untuk menjadi hambamu yang lebih bertakwa…

Yaa Allah engkau telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menikmati indahnya ramadhan, bulan yang penuh ampunan dan bulan pendidikan karakter moral bagi kami… kami tahu bahwa untuk mendapatkan ridhomu kami harus lulus dari segala ujian, termasuk ujian dalam bulan ramadhan kali ini…

Yaa allah yaa rab, andai ini ramadhan terakhir kami...

Satu doa yang kami panjatkan, kami hanya meminta diberikan kekuatan dan kesabaran.

Kami tak meminta untuk diringankan beban dalam mengarungi luasnya kehidupan karena kami tahu bahwa beban kami tak seberat orang2 terdahulu, yang mengorbankan jiwa, harta dan raga. Karena engkau tak mungkin memikulkan beban suatu kaum dengan beban yang tak mampu kaum itu emban,...

Maka tambahkanlah kekuatan, kuatkanlah kaki kami untuk bisa melangkah menuju jalan kebaikan…

Kuatkanlah tangan kami untuk bisa lebih ringan dalam mengeluarkan infaq, membantu orang yang lebih membutuhkan atas karunia dan rezeki yang telah engkau titipkan kepada kami…

Kuatkanlah hati kami supaya lebih mudah menerima suara kebenaran,…

Berikan kami kesabaran dijalanmu, kami tahu bahwa untuk istiqomah dijalanmu itu tidak mudah penuh dengan hambatan dan rintangan…

Jadikan kami seperti orang-orang terdahulu, yang memiliki kesabaran meniti setapak demi setapak mencapai surgamu,..

Kami sadar bahwa untuk mendapatkan indahnya kilauan mutiara, kerang harus menahan sakitnya ditempa pasir yang melukai tubuhnya…dan kami tahu untuk menghasilkan pedang yang tajam, sebuah besi harus ditempa ratusan bahkan ribuan kali tempaan…

Maka Maafkan kami yang merasa kehidupan ini sudah terlalu berat untuk dijalani hingga tak mampu kami memikulnya,...maafkan kami atas segala kemanjaan kami, maafkan kami dari hawa nafsu yang tak mampu kami bendung, maafkan kami yang masih suka mengeluh, maafkan kami yang kurang sabar dalam berjuang....

Allahumma arinal haqqo haqqo warzuknatibaah wa arinal batila batila warzuknat tinabah...

Yaa allah tunjukilah kami yang benar itu benar dan berikan kami kekuatan untuk mengikutinya, dan tunjukillah kami yang bathil itu bathil dan berikan kami untuk menghindarinya...

Rabbana Atina fiddhunya khasanah, wa fil akhiroti khasanah…

Subhana rabbika rabbil izzati ‘amma yaa syifun wassalamun ‘alalmursalin, walhamdulillahi rabbil ‘alamin..